Pengertian Jihad serta Hukum Jihad Menurut Ulama

Salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan oleh Allah SWT, ialah melakukan  Jihad Fi-sabilillah,  dan Allah SWT sangat mencintai orang-orang yang berjihad. Allah memberikan pahala yang besar kepada mujahid. Untuk merka yang gagal sebagai syahid, pahala mereka hanya bisa diraih oleh orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka dalam jihad. Para mujahid memperoleh anugerah dari-Nya. Yakni keistimewaan rohani serta amal di dunia dan akhirat.

Berperang untuk memperjuangkan tanah air adalah jihad yang paling mulia karena hal yang demikian adalah mempertahankan maruah (kehormatan) Agama, Bangsa, dan Negara. Jihad yang demikianlah yang dicontohkan oleh Rosulullah SAW sejak setelah hijrah ke Madinah hingga beliau wafat., Namun jihad pada prinsipnya saat penerapan dimasa sekarang, tidak hanya berperang untuk memperjuangkan tanah air saja, terdapat beberapa penafsiran mengenai jihad yang dikemukakan oleh para ulama fuqoha’.

Dalam hal ini para ulama fuqoha’ dari empat madzhab menerangkan tentang hukum jihad sesuai dengan penerapannya dalam melakukan jihadnya  sebagai berikut dalam bukunya Abdul Baqi Ramdhun “Jihad Jalan Kami”:

1.  Madzhab Hanafi
Dalam kitab Hasyiyah Ibnu’ Abidin, yang dikutip oleh Baqi Ramdhun, Jihad diungkapkan  dengan kata As-Siyar  dan Al-Maghazi secara bahasa merupakan asal kata dari kalimat “Jaahada fi Sabilillah” ( berjihad di jalah Allah SWT). Secara istilah Jihad berarti: menyeru kepada dien yang haq dan memerangi orang yang tidak mau menerimanya. Sedang Ibnu Al-Kammal mendefinisikan Mengerahkan segenap tenaga dan kemampuan dalam perang di jalan Allah secara langsung atau memmberi bantuan dengan harta atau pikiran atau memperbanyak jumlah atau yang serupa itu Madzhab ini menghukumi jihad sebagai  Fardhu Kifayah.  Setiap perkara diwajibkan karena adanya yang lain, maka itu fardhu kifayah jika apa yang di maksud itu telah tercapai dengan sebagian yang ada, akan tetapi jika tidak, maka ia menjadi fardhu‘ain.

Jihad

2.  Madzhab Asy-Syafi’i
Kitab Al Majmu tulisan Imam Nawawi, Syarah  dari kitab Muhadzdzab As-Syirazi, pada  juz XIII dalam pasal tentang pembahasan jihad disebutkan, Jihad menurut arti bahasa merupakan pecahan dari kata Al-Juhdu (kesukaran) dan Masyaqqah  (kesulitan). Ada yang mengatakan jihad  adalah mengerahkan segenap daya dan kemampuan, dan jihad hukumnya fardhu (wajib) berdasarkan dalil sebagai berikut.

Artinya:  Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui. (Q.S. Al-Baqoroh: 216).


Artinya:  Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (Q.S. At-Taubah: 41)

Dan ia adalah fardhu kifayah, apabila sebagian telah mengerjakannya dan jumlah tersebut telah mencukupi maka gugurlah kewajiban itu atas yang lain.

3.  Madzhab Maliki
Dalam kitab Balaghatus Salik li Aqrabu Al-Masalik ila Madzhab Imam Malik dikemukakan, Jihad menurut bahasa adalah kepayahan dan kesulitan, sedangkan secara istilah sebagaimana kata Ibnu Arafah, adalah memerangi orang kafir yang tidak mempunyai ikatan perjanjian untuk meninggalkan kalimat Allah atau  karena datangnya orang kafir ke pihak orang muslim, atau masuknya orang kafir ke negeri Muslim. Ketahuilah bahwa jihad sebelum turun perintah berjihad adalah diharamkan, kemudian diizinkan terhadap mereka yang memerangi kaum Muslim, kemudian diizinkan secara mutlak diluar bulan-bulan haram (diantara bulan-bulan haram dalam islam yaitu Rojab, Dzulko’dah, Dzulhijjah, Muharram).

Jihad  fi sabilillah setiap tahun seperti menegakkan pekan raya untuk haji adalah fardhu kifayah bagi orang mu’alaf, merdeka, laki-laki dan mampu, seperti halnya menegakkan ilmu-ilmu syar’i, fatwa, keputusan hukum, sedangkan Imamah al-Udzma (seorang khilafah) menolak bahaya dari kaum muslim, amar ma’ruf  nahi munkar, menegakkan kesaksian, mengurus jenasah, dan menshalatinya dan membebaskan tawanan. Jihad ini menjadi fardhu ‘ain dengan penetapan imam pada diri seseorang meski ias seorang budak atau wanita; dengan serangan musuh yang sekonyong-konyong terhadap tempat kediaman segolongan kaum muslim,jika mereka lemah maka fardhu ‘ain bagi mereka yang tinggal di dekat mereka meski wanita atau budak.

4.  Madzhab Hambali
Madzhab ini menjelaskan makna jihad dari kitab  Al-Mughni,  tulisan Ibnu Qudamah, pada juz VII dalam pembebasan mengenai jihad dikatakan bahwa Berkata Iamam Ahmad :  “ Jihad adalah fardhu kifayah jika sebagian telah mengerjakannya, maka gugurlah kewajiban atas yang lain. Sedangkan dalam madzhab ini jihad menjadi fardhu ‘ain dilakukan dalam tiga hal yaitu
-  Pertama : Apabila dua pasukan bertemu dan berhadap-hadapan (yakni pasukan Islam dan pasukan kafir) maka haram bagi yang ikut dalam rombongan pasukan itu meninggalkan barisan dan situasi tersebut membuat jihad menjadi fardhu ‘ain
-  Kedua : Apabila orang kafir masuk ke negeri (muslim), maka wajib bagi setiap warganya untuk memerangi dan mengusir mereka.
-  Ketiga : Apabila Imam menyeru suatu kaum untuk berangkat ke medan perang, maka wajib bagi mereka berangkat berperang bersamanya.

Jihad tidak dibenarkan untuk tujuan agresif, melampaui batas. Sebagaimana dalam al-Qur’an surat  Al-Baqoroh : 190 sebagai berikut dijelaskan:

Artinya: Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Q.S. Al-Baqoroh : 190)

Dari ayat diatas terdapat dua hal yang cukup jelas yaitu berperang hanya untuk mereka yang memerangi kita, jika mereka agresif, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampauai batas. Dalam penelitian ini mengapa penulis menjelaskan banyak tentang jihad, karena dalam proses analisis nantinya salah satu tolok ukur dari sebuah analisisnya diantaranya makna jihad dari seorang muslim ketika melakukan jihad pada masa sekarang.

Seyyed Hossein Nasr mengemukakan signifikansi  spiritual jihad. Terjemah jihad menjadi "perang suci"  (holy war),  yang dikombinasikan dengan pemikiran Barat yang keliru tentang Islam sebagai "agama pedang" mengurangi arti bathini dan spiritualnya serta mengubah konotasinya. Pada setiap moment kehidupan manusia harus berusaha menunaikan jihad batini dalam menuju Realitas Ilahi. Melalui jihad bathini manusia spiritual mati dalam kehidupan ini, supaya bangkit menuju sumber semua realitas berikutnya. Dari beberapa pengertian tersebut tampak bahwa sebagian menekankan jihad sebagai "perang fisik" menghadapi orang-orang kafir dan Musyrik. Sebagian lainnya menekankan arti jihad sebagai perang psikis menghadapi  hawa nafsu.  Adapun sebagian lainnya menekankan arti jihad secara terpadu, meliputi perang fisik dan psikis.

Dalam melakukan pengkajian agama, manusia tidak boleh berhenti dan berdiam diri dengan pemahamannya yang hanya sebatas diperolehnya saja, melainkan perlu adanya upaya untuk melakukan pengkajian ulang dan pengembangan sesuai dengan kondisi dan keadaan masyarakat era sekarang. Karena bila dia berhenti maka secara tidak langsung telah mengklaim bahwa dirinya telah sampai pada sesuatu yang mutlak. Tindakan itu syirik, karena yang mutlak tidak bisa dicapai oleh manusia. Yang memprihatinkan, sebagai intelektual Islam sering emosional dan saling berupaya melemahkan kelompok satu dengan kelompok lain meski masih dalam satu ketauhidannya, bahkan saling mengolok-olok diantara yang berbeda pendapat. Padahal Islam mengajarkan umatnya pandai-pandai mengambil hikmah dari perbedaan pendapat dan melarang antara satu kelompok dengan kelompok lain saling mencaci dan menjelekkan. Kini setiap perbedaan pendapat masih disertai dengan kepahitan, yang  seharusnya kedewasaan politik disertai kedewasaanin telektual.

Jadi pengertian jihad secara kebahasaan ialah perjuangan, pencurahan kemampuan, daya upaya dan tenaga sepenuh kekuatan dalam melakukan suatu perbuatan. Menurut istilah, jihad adalah perjuangan orang beriman dengan mencurahkan segala kemampuan moril maupun materiil, baik berupa tenaga, pikiran, maupun harta-benda dalam rangka menegakkan agama Allah dan meninggikan  Kalimat-Nya.  Jihad dapat berupa perjuangan secara individual maupun komunal ke arah yang lebih baik yang ditentukan oleh struktur dan kerangka nilai Islam. Jihad adalah seruan kepada agama yang  haq.  Kegiatan jihad dilakukan untuk menghadapi musuh-musuh Allah yang tampak, yakni para pelaku kejahatan maupun musuh yang tak tampak (setan dan hawa nafsu). Ia merupakan kewajiban Muslim yang berkelanjutan hingga hari Kiamat. Tingkat terendahnya berupa penolakan hati atas kemunkaran dan tingkatnya tertinggi ialah perang di jalan Allah. Jihad dapat dilakukan dengan perkataan maupun perbuatan, baik melalui lisan, tulisan, kekuatan fisik, maupun harta benda dengan tujuan menumpas  fitnah  agar manusia mengabdi kepada Allah; menghilangkan kekerasan; menundukkan dunia kepada kebenaran dan menciptakan keadilan. Tujuannya mewujudkan ideal-ideal Islam dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi s.a.w. Dimensi lahiriyahnya perjuangan melawan kejahatan dan men-dukung kebenaran, sedangkan dimensi bathiniyahnya disiplin diri mengikuti ajaran Islam.

0 Response to "Pengertian Jihad serta Hukum Jihad Menurut Ulama"

Posting Komentar