Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana suatu perbuatan tercela oleh masyarakat dan itu harus dipertanggungjawabkan kepada si pembuat pidananya atas  perbuatan yang telah dilakukannya. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan. Hal ini berarti harus dipastikan terlebih dahulu siapa yang dinyatakan sebagai pembuat untuk suatu tindak pidana. Sebaliknya apakah pertanggungjawaban itu diminta atau tidak, ini merupakan persoalan kedua yang tentunya tergantung pada kebijakan pihak yang berkepentingan untuk memutuskan apakah itu dirasa perlu atau tidak perlu menuntut pertanggungjawaban tersebut.

Kemampuan bertanggung  jawab dapat diterapkan hanya kepada seorang yang mampu bertanggung jawab dan dapat mempertanggung  jawabkan perbuatannya. Tiada  pidana jika tidak ada kesalahan adalah merupakan asas pertanggungjawaban, oleh sebab itu dalam hal dipidananya seseorang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang telah diancamkan,  ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini mempunyai kesalahan.

Berdasarkan hal tersebut maka menurut Moeljatno, pertanggungjawaban pidana atau kesalahan menurut hukum terdiri atas tiga syarat, yaitu:
1.  Kemampuan bertanggungjawaban atau dapat dipertanggungjawaban dari si pembuat.
2.  Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatan berupa kesengajaan atau (dolus) atau kealpaan (alpa).
3.  Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau alasan pemaaf.


Masalah pertanggungjawaban ini menyangkut subjek tindak pidana yang pada umumnya telah dirumuskan oleh pembuat undang-undang untuk tindak pidana yang bersangkutan. Namun dalam kenyataannya untuk memastikan siapa pembuat suatu tindak pidana tidaklah mudah, karena untuk menentukan siapa yang bersalah dalam suatu perkara harus sesuai dengan proses yang ada dan sistem peradilan pidana yang ditetapkan. Dengan demikian tanggungjawab itu selalu ada meskipun belum pasti dituntut oleh pihak yang berkepentingan, jika pelaksanaan peranan yang telah berjalan itu ternyata tidak mencapai suatu tujuan atau persyaratan yang diinginkan.

Selanjutnya dengan masalah terjadinya perbuatan pidana atau delik, suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan tindakannya oleh  undang-undang yang telah dinyatakan sebagai perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum. Berdasarkan batasan di atas dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pertanggungjawaban adalah keadaan yang dibebankan kepada seseorang untuk menerima atau menanggung akibat-akibat atau efek-efek yang timbul dari tindakan atau perbuatan yang dilakukannya.

Suatu perbuatan yang melawan hukum atau melanggar hukum belumlah cukup untuk menjatuhkan hukuman, disamping perbuatan melawan hukum harus ada seorang pembuat (dader) yang bertanggungjawab atas perbuatannya. Pembuat (dader) tindak pidana harus ada unsur kesalahan (schuldhebben). Pertanggungjawaban pidana harus terlebih dahulu memiliki unsur yang sebelumnya harus dipenuhi:
a.  Suatu perbuatan yang melawan hukum (unsur melawan hukum)
b.  Seorang pembuat atau pelaku yang dianggap mampu bertanggungjawab atas perbuatan (unsur kesalahan).

Pertanggungjawaban menurut hukum pidana  adalah kemampuan bertanggungjawab seseorang terhadap kesalahan. Kemampuan bertanggungjawab ditentukan oleh dua faktor, yang pertama faktor akal, yaitu dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan yang tidak diperbolehkan. Faktor kedua adalah kehendak, yaitu sesuai dengan tingkah lakunya dan keinsyafannya atas nama yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Seseorang dikatakan mampu bertanggungjawab, bila memenuhi mempunyai 3 syarat yaitu :

a.  Dapat menginsyafi makna yang kenyataannya dari perbuatannya.
b.  Dapat menginsyafi bahwa perbuatan itu dapat dipandang patut dalam pergaulan masyarakat.
c.  Mampu menentukan niat atau kehendaknya dalam melakukan perbuatan.

0 Response to "Pengertian Pertanggungjawaban Pidana"

Posting Komentar