Pengertian Penyidikan

Menurut Pasal 1 Butir (1)  KUHAP,  penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Menurut Pasal 6 KUHAP:
(1)  Penyidik adalah:
(a)  Pejabat polisi negara Republik Indonesia;
(b)  pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
(2)  Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Menurut Ketentuan Umum  Undang-Undang Nomor  2  Tahun 2002  tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Penyidik dari Polri yang berwenang melakukan penyidikan saat ini minimal harus seorang polisi dengan pangkat minimal Ajun Inspektur Polisi Dua (AIPDA), sedangkan untuk seorang polisi yang bertugas sebagai penyidik pembantu berasal dari Bintara polisi dengan pangkat minimal Brigadir Polisi Dua (BRIPDA), Brigadir Polisi Satu (BRIPTU), Brigadir atau Brigadir Kepala (BRIPKA).

Berdasarkan KUHAP dan  Undang-Undang Nomor  2  Tahun 2002  tentang Kepolisian maka untuk meringankan beban penyidik juga telah diatur adanya penyidik pembantu. Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan yang diberi wewenang tertentu dalam melaksanakan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.

Pejabat Penyidik Pembantu dalam KUHAP diatur dalam Pasal 10, selanjutnya Pasal 3  Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 58  Tahun 2010  tentang  Pelaksanaan KUHAP menetukan bahwa Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang berpangkat Sersan Dua Polisi dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda atau yang disamakan dengan itu. Penyidik Pembantu tersebut diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing. Wewenang pengangkatan ini dapat dilimpahkan pada pejabat Kepolisian Negara yang lain.

Wewenang Penyidik Pembantu ini hampir sama dengan penyidik pada umumnya,kecuali pada kewenangan penahanan. Dalam hal penahanan, penyidik pembantu harus menunggu terlebih dahulu pelimpahan wewenang dari penyidik. Dalam pembuatan berita acara dan berkas perkara yang tidak langsung diserahkan kepada penuntut umum, tetapi diserahkan kepada penyidik.

Istilah penyidikan dipakai sebagai istilah hukum pada 1961 sejak dimuatnya istilah tersebut dalam Undang-Undang Pokok Kepolisian (UU Nomor 13 Tahun 1961). Sebelum dipakai istilah “pengusutan” yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda  opsporing. Dalam rangka sistem peradilan pidana tugas polisi terutama sebagai petugas penyidik tercantum dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sebagai petugas penyidik, polisi bertugas untuk menanggulangi pelanggaran ketentuan peraturan pidana, baik yang tercantum dalam maupun di luar ketentuan KUHP. Inilah antara lain tugas polisi sebagai alat negara penegak hukum.

Ketentuan  tentang  pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir (2) KUHAP bahwa: “penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”

Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Ayat (1) KUHAP bahwa penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia  dan  pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.  Tujuan penyidikan secara konkrit dapat diperinci sebagai tindakan penyidik untuk mendapatkan keterangan tentang:
a.  Tindak pidana apa yang dilakukan.
b.  Kapan tindak pidana dilakukan.
c.  Dengan apa tindak pidana dilakukan.
d.  Bagaimana tindak pidana dilakukan.
e.  Mengapa tindak pidana dilakukan.
f.  Siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak pidana tersebut

Penyidikan ini dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang pada tahap pertama harus dapat memberikan keyakinan, walaupun sifatnya masih sementara, kepada penuntut umum  tentang  apa yang sebenarnya terjadi atau  tentang  tindak pidana yang telah dilakukan serta siapa tersangkanya. Apabila berdasarkan keyakinan tersebut penuntut umum berpendapat cukup adanya alasan untuk mengajukan tersangka kedepan sidang pengadilan untuk segera disidangkan. Di sini dapat terlihat bahwa penyidikan suatu pekerjaan yang dilakukan untuk membuat terang suatu perkara, yang selanjutnya dapat dipakai oleh penuntut umum sebagai dasar untuk mengajukan tersangka beserta bukti-bukti yang ada kedepan persidangan. Bila diperhatikan pekerjaan ini  mempunyai segi-segi yuridis, oleh karena keseluruhan pekerjaan ini ditujukan pada pekerjaan disidang pengadilan. Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk kepentingan penuntutan, yaitu untuk menentukan dapat tidaknya suatu tindakan atau perbuatan dilakukan penuntutan.


Penyidikan

Persangkaan atau pengetahuan adanya tindak pidana dapat diperoleh dari empat kemungkinan, yaitu:
a.  Kedapatan tertangkap tangan.
b.  Karena adanya laporan.
c.  Karena adanya pengaduan.
d.  Diketahui sendiri oleh penyidik

Hal menyelidik dan hal menyidik secara bersama-sama termasuk tugas kepolisian yustisiil, akan tetapi ditinjau pejabatnya maka kedua tugas tersebut merupakan dua jabatan yang berbeda-beda, karena jika tugas menyelidik diserahkan hanya kepada pejabat polisi negara, maka hal menyidik selain kepada pejabat tersebut juga kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu. Pengertian mulai melakukan penyidikan adalah jika dalam kegiatan penyidikan tersebut sudah dilakukan upaya paksa dari penyidik, seperti pemanggilan  pro yustisia, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan dan sebagainya.

Penyidikan  menurut Moeljatno  dilakukan setelah dilakukannnya penyelidikan, sehingga penyidikan tersebut mempunyai landasan atau dasar untuk melakukannya. Dengan kata lain penyidikan dilakukan bukan atas praduga terhadap seseorang menurut penyidik bahwa ia bersalah.  Penyidikan dilaksanakan bukan sekedar didasarkan pada dugaan belaka, tetapi suatu asas dipergunakan adalah bahwa penyidikan bertujuan untuk membuat suatu perkara menjadi terang dengan menghimpun pembuktian mengenai terjadinya suatu perkara pidana. Penyidikan dilakukan bila telah cukup petunjuk-petunjuk bahwa seorang atau para tersangka telah melakukan peristiwa yang dapat dihukum.

Penyidikan memerlukan beberapa  upaya agar pengungkapan perkara dapat diperoleh secara cepat dan tepat. Upaya–upaya penyidikan tersebut mulai dari surat panggilan, penggeledahan, hingga penangkapan dan penyitaan. Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan sesuatu peristiwa yang  merupakan tindak pidana, penyidik membertahukan hal itu kepada Penuntut Umum (sehari-hari dikenal dengan SPDP atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) hal ini sesuai dengan KUHAP Pasal 109  Ayat (1). Setelah bukti-bukti dikumpulkan dan yang diduga tersangka telah ditemukan maka penyidik menilai dengan cermat, apakah cukup bukti untuk dilimpahkan kepada Penuntut Umum (kejaksaan) atau ternyata bukan tindak pidana.  Jika penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana maka penyidikan dihentikan demi hukum. Pemberhentian penyidikan ini dibertahukan kepada Penuntut Umum dan kepada tersangka atau keluarganya.

Berdasarkan  pemberhentian penyidikan tersebut, jika Penuntut Umum atau pihak ketiga yang berkepentingan, dapat mengajukan  praperadilan kepada Pengadilan Negeri yang akan memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Jika Pengadilan Negeri sependapat dengan penyidik maka penghentian penyidikan sah, tetapi jika Pengadilan Negeri tidak sependapat dengan penyidikan,  maka penyidikan wajib dilanjutkan. Setelah selesai penyidikan, berkas diserahkan pada penuntut Umum (KUHAP Pasal 8  Ayat (2)). Penyerahan ini dilakukan dua tahap:
(1).  Tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara.
(2).  Dalam hal penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan  tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum.

Apabila  pada penyerahan tahap pertama, Penuntut Umum berpendapat bahwa berkas kurang lengkap maka ia dapat mengembalikan berkas perkara kepada penyidik untuk dilengkapi disertai petunjuk dan yang kedua melengkapi sendiri. Menurut sistem KUHAP, penyidikan selesai atau dianggap selesai dalam hal:
(a).Dalam batas waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkasperkara, atau apabila sebelum  berakhirnya batas waktu tersebut penuntut umum memberitahukan pada penyidik bahwa hasil penyidikan sudah lengkap.
(b).Sesuai dengan ketentuan Pasal 110 Ayat (4) KUHAP Jo Pasal 8 Ayat (3) huruf  (b), dengan penyerahan  tanggung jawab  atas tersangka dan barang bukti dari penyidik kepada penuntut umum.
(c). Dalam hal penyidikan dihentikan sesuai dengan ketentuan Pasal 109 Ayat (2),yakni karena tidak terdapatnya cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana, atau penyidikan dihentikan demi hukum.

Selesainya penyidikan dalam artian ini adalah bersifat sementara, karena bila disuatu saat ditemukan bukti-bukti baru, maka penyidikan yang telah dihentikan harus dibuka kembali. Pembukaan kembali penyidikan yang telah dihentikan itu, dapat pula terjadalam  putusan praperadilan menyatakan bahwa penghentian penyidikan itu tidak sah dan memerintahkan penyidik untuk menyidik kembali peristiwa itu. Berdasarkan pasal 110  Ayat (4) KUHAP, jika dalam waktu 14 hari Penuntut Umum tidak mengembalikan berkas (hasil penyidikan) maka penyidikan dianggap telah selesai.

Tugas utama penyidik  sesuai dengan  ketentuan  yang tertuang dalam  Pasal 1  Ayat (2)  KUHAP, maka untuk tugas utama tersebut penyidik diberi kewenangan sebagaimana diatur oleh  Pasal 7 KUHAP untuk melaksanakan kewajibannya, sebagaimana diatur dalam  Undang-Undang Nomor  8 Tahun 1981 jo  Undang-Undang Nomor  73 Tahun 1958  tentang  Hukum Acara Pidana, penyidik sebagaimana diatur dalam  Pasal 6  Ayat (1)  huruf (a) karena  kewajibannya mempunyai wewenang:
a.  Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang  tentang  adanya tindak pidana.
b.  Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.
c.  Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
d.  Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
e.  Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f.  Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g.  Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
h.  Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
i.  Mengadakan penghentian penyidikan.
j.  Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Berdasarkan ketentuan  Undang-Undang Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2  Tahun 2002  Pasal 14  Ayat (1)  huruf (g) menyatakan bahwa wewenang penyidik adalah melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Menurut  Undang-Undang Nomor  2  Tahun 2002 pada Pasal 15  Ayat (1), menyatakan bahwa wewenang penyidik adalah:
1).  Menerima laporan atau pengaduan.
2).  Melakukan tindakan pertama pada tempat kejadian.
3).  Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.
4).  Menerima dan menyimpan barang temuan sementara waktu.

Penyidikan memerlukan beberapa upaya agar pengungkapan perkara dapat diperoleh secara cepat dan tepat. Upaya–upaya penyidikan tersebut mulai dari surat panggilan, penggeledahan, hingga penangkapan dan penyitaan. Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan sesuatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum (sehari-hari dikenal dengan SPDP atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) hal ini sesuai dengan KUHAP Pasal 109  Ayat (1). Setelah bukti-bukti dikumpulkan dan yang diduga tersangka telah  ditemukan maka penyidik menilai dengan cermat, apakah cukup bukti untuk dilimpahkan kepada Penuntut Umum (kejaksaan) atau ternyata bukan tindak pidana. Jika penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana maka penyidikan dihentikan demi hukum. Pemberhentian penyidikan diberitahukan Penuntut Umum kepada tersangka atau keluarganya.

Berdasarkan pemberhentian penyidikan tersebut, jika Penuntut Umum atau pihak ketiga yang berkepentingan, dapat mengajukan praperadilan kepada Pengadilan Negeri yang akan memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Jika Pengadilan Negeri sependapat dengan penyidik maka penghentian penyidikan sah, tetapi jika Pengadilan Negeri tidak sependapat dengan penyidikan, maka penyidikan wajib dilanjutkan. Setelah selesai penyidikan, berkas diserahkan pada  Penuntut Umum  sebagaimana diatur dalam  Pasal 8  Ayat (2)  KUHAP. Penyerahan ini dilakukan dua tahap, yaitu tahap pertama  adalah penyidik hanya menyerahkan berkas perkara  dan tahap kedua adalah dalam  hal penyidik  sudah dianggap selesai, penyidik  menyerahkan  tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum.

Penuntut Umum apabila pada penyerahan tahap pertama, berpendapat bahwa berkas kurang lengkap maka ia dapat mengembalikan berkas perkara kepada penyidik untuk dilengkapi disertai petunjuk dan yang kedua melengkapi sendiri. Menurut sistem KUHAP, penyidikan selesai atau dianggap selesai dalam hal:
1)  Dalam batas waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara, atau apabila  sebelun berakhirnya batas waktu tersebut penuntut umum memberitahukan pada penyidik bahwa hasil penyidikan sudah lengkap.
2)  Sesuai dengan ketentuan Pasal 110 Ayat (4) KUHAP jo Pasal 8 Ayat (3) huruf b, dengan penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti dari penyidik kepada penuntut umum.
3)  Dalam hal penyidikan dihentikan sesuai dengan ketentuan Pasal 109  Ayat (2), yakni karena tidak cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana, atau penyidikan dihentikan demi hukum.

Penyidikan yang selesai dalam artian ini adalah bersifat sementara, karena bila di suatu saat ditemukan bukti-bukti baru, maka penyidikan yang telah dihentikan harus dibuka kembali. Pembukaan kembali penyidikan yang telah dihentikan itu, dapat pula terjadi dalam putusan praperadilan menyatakan bahwa penghentian penyidikan itu tidak sah dan memerintahkan penyidik untuk menyidik kembali peristiwa itu. Berdasarkan Pasal 110  Ayat (4) KUHAP, jika dalam waktu 14 hari Penuntut Umum tidak mengembalikan berkas (hasil penyidikan) maka penyidikan dianggap telah selesai.

Berdasarkan ketentuan KUHAP maka diketahui bahwa untuk meringankan beban penyidik juga telah diatur adanya penyidik pembantu. Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan yang diberi wewenang tertentu dalam melaksanakan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6  Ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf a. (Ayat 2)

Penyidik dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud  Ayat (1) dan (2), wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Pasal 5 dan Pasal 7 UU No. 8 tahun 1981 disebutkan bahwa setiap pejabat kepolisian yang berkualifikasi menyelidik dan menyidik dalam rangka melakasanakan tugas dibidang peradilan pidana karena kewajibannya diberi wewenang oleh undang-undang.

Wewenang kepolisian untuk melakukan tindakan-tindakan kepolisian tidak mungkin diatur secar terperinci, maka dalam ketentuan Pasal 5  Ayat (1) angka 4 dan Pasal 7  Ayat (1) huruf j dinyatakan bahwa polisi berwenang karena kewajibannya melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Maksud tindakan lain adalah tindakan penyelidik atau penyidik untuk kepentingan penyelidikan atau penyidikan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannyna tindakan jabatan, tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya dan atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa serta menghormati Hak Asasi Manusia.

Tindakan lain ini seperti tindakan penyidik berupa diskresi kepolisian boleh diambil penyidik di  Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kepulauan Bangka Belitung selama masih dalam jalur yang telah ditentukan oleh hukum itu sendiri. Berdasarkan pada Pasal 7  Ayat (1) tersebut polisi dapat mengambil tindakan lain pada saat penyidikan selain yang telah disebutkan pada aturan perundang-undangan tersebut selama demi kepentingan tugas-tugas kepolisian, sekalipun polisi telah diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk mengambil tindakan lain tersebut tetap saja polisi harus bisa untuk mempertanggung jawabkan atas segala tindakan yang diambil dalam tugasnya dan tidak menyalah gunakan kewenangan yang dimilikinya, mengingat kewenangan untuk melakukan tindakan lain oleh polisi pada saat penyidikan demikian luasnya.

Pasal 3  KUHAP  menentukan bahwa Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang berpangkat Sersan Dua Polisi dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda atau yang disamakan dengan itu. Penyidik Pembantu tersebut diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing. Wewenang  pengangkatan ini dapat dilimpahkan pada pejabat Kepolisian Negara yang lain.

Demikianlah artikel mengenai pengertian penyidikan. Dari uraian di atas dapatlah diambil benang merah bahwa wewenang Penyidik Pembantu ini hampir sama dengan penyidik pada umumnya, kecuali pada kewenangan penahanan. Dalam hal penahanan, penyidik pembantu harus menunggu terlebih dahulu  pelimpahan wewenang dari penyidik. Dalam pembuatan berita acara dan berkas perkara yang tidak langsung diserahkan kepada penuntut umum, tetapi diserahkan kepada penyidik, kecuali dalam perkara dengan pemeriksaan singkat.

0 Response to "Pengertian Penyidikan "

Posting Komentar