Definisi Perkawinan

Definisi Perkawinan - Sebagai akibat dari politik  hukum  Belanda pada  masa lalu, di negara kita dewasa ini terdapat  aneka  ragam hukum perdata terutama bidang hukum perdata.  Pada masa  Hindia  Belanda  dahulu berlaku beberapa ketentuan hukum dalam  berbagai bidang hukum  bagi penduduk Hindia Belanda  yang terdiri dari  berbagai yaitu golongan Eropa dan  mereka  yang dipersamakan,  golongan Bumiputra/Indonesia asli  dan golongan Timur Asing. Sebelum  berlakunya  Undang-Undang Perkawinan  di  Indonesia berlaku  berbagai hukum  perkawinan  untuk berbagai golongan warga negara dan daerah:
1.  Golongan Indonesia beragama Islam, berlaku Hukum Agama telah diakomodir oleh hukum adat.
2.  Bagi orang-orang Indonesia lainnya hukum Adat.
3.  Bagi  Orang Indonesia  Asli  yang  beragama  Kristen berlaku  Huwelijs Ordonantie Christen Indonesie (HOCI)
4.  Bagi Orang  Timur Asing,  Cina dan  WNI Keturunan Cina berlaku ketentuan-ketentuan KUHPerdata (Burgelijk Wetboek/BW) dengan sedikit perubahan.
5.  Bagi Orang  Timur Asing lainnya dan  WNI Keturunan Timur Asing lainnya  berlaku Hukum Adat mereka.
6.  Bagi Orang-orang  Eropa dan WNI  kuturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku KUHPerdata (Burgelijk Wetboek/BW).

Adanya perbedaan hukum yang berlaku untuk berbagai  golongan penduduk tersebut terjadi sebagai akibat berlakunya  163  dan 131  Idische Staats  (IS)  yang membedakan penduduk Indonesia dalam tiga golongan penduduk:
a.  Golongan  Penduduk  Eropa  dan  yang dipersamakan, untuk  mereka  berlaku  Hukum Perdata Barat (Burgelijk Wetboek/BW)
b.  Golongan Indonesia Asli (Bumi Putera), berlaku Hukum Adat
c.  Golongan Timur Asing, masing-masing dengan hukumnya sendiri-sendiri

Perkawinan
Selain itu berlaku pula ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam  Burgelijk Wetboek  (BW)  dan untuk parkawinan  Campuran  yaitu diatur dalam  Reglemenop de Gemengde  Huwelijken  (MR) (S. 1898 No.  158). Selain dari aturan yang disebutkan di atas,  masih banyak lagi aturan hukum yang diberlakukan di bidang hukum keluarga yang berlaku di Indonesia. Hingga pada bulan  Oktober 1975, di seluruh Indonesia mulai berlaku Undang-Undang Perkawinan.

Undang-Undang Perkawinan  merupakan hasil usaha dalam menciptakan hukum nasional yang bertujuan mencapai unifikasi hukum dalam bidang hukum keluarga, akan tetapi bukan berarti pengesahannya berjalan mulus dan tidak ada kendala. Melihat pada sejarah pembuatannya, maka sebelum  Undang-Undang Perkawinan ini dilaksanakan, RUU  Perkawinan yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR hasil  Pemilu  1917 telah menarik pehatian, yang bukan saja dari para praktisi dan ahli hukum akan tetapi juga masyarakat luas terutama umat Islam.

Seluruh lapisan masyarakat pada masa itu  terpanggil minatnya  untuk memperhatikan RUU  tersebut, karena mereka menganggap, materi di dalam RUUitu  banyak  bertentangan dengan ajaran  Islam.  Perlawanan terhadap  RUU  tersebut bermacam-macam,  baik itu disampaikan  melalui media masa  maupun  media dakwah.  Setidaknya terdapat 14 Pasal  RUU  yang dinilai  bertentangan  denganhukum  Islam. Salah satu contoh adanya  pertentangan  yang termuat dalam  RUUPerkawinan dengan sebelum nikah, dengan draf RUU tersebut boleh menjadi anak sah, walaupun Islam memandang anak itu adalah anak zina. Termasuk pula dalam hal ini tentang definisi perkawinan, peluang  poligami dan poliandri, tidak ada penegasan pembatasan poligami, pembatasan izin pengadilan kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang, jangka waktu istri  pergi tanpa kabar, soal wali, larangan perkawinan karena hubungan pengangkatan anak, soal pembedaan agama dalam perkawinan, waktu tunggu (iddah), soal larangan kawin lagi bagi suami istri yang sudah bercerai untuk kedua kalinya, soal pertunangan dan putusnya perkawinan, termasuklah tentang rumusan anak, yang termuat dalam Pasal 49 RUU perkawinan pada masa itu.

Walaupun pada masa itu terdapat banyak perdebatan, akhirnya RUU perkawinan yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR, akhirnya disetujui,  dan  Pemerintah melalui Menteri Agama Prof.  Mukti Ali dan Menteri Kehakiman Prof.  Oemar Senoaji, S.H, telah merumuskan ketentuan Pasal-Pasal yang ada dalam RUU termasuklah di dalamnya tentang anak sah, sesuai dengan tuntutan zaman. Berkaitan dengan pengesahan RUU perkawinan yang sah menurut hukum.

Perkawinan menurut KUHPerdata  adalah hubungan antara subyek-subyek yang mengikat diri dalam perkawinan. Hubungan tersebut didasarkan pada persetujuan di antara mereka dan mengikat. Persetujuan dimaksud  bukanlah persetujuan yang dimuat dalam KUHPerdata. Hal itu tercermin dalam Pasal 28  KUHPerdata yaitu Perkawinan menghendaki adanya kebebasan kata sepakat antara kedua calon suami istri. Perlu diingat pula bahwa dalam KUUHPerdata, sesuai dengan ketentuan Pasal 27 KUHPerdata, menganut asas monogami dalam perkawinan, yang mana hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan hanya satu orang laki-laki sebagai suaminya.

Monogami yang dimaksudkan adalah monogami mutlak. Hal demikian memberikan perlindungan hukum bagi istri atas persamaan hak antara suami, artinya suami tidak dapat melakukan poligami, dengan letak alasan kesalahan pada istri seperti halnya Undang-Undang Perkawinan.

Adapun Definisi Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan adalah sebagai berikut ini, yang Pengertian perkawinan berdasarkan  Undang-Undang Perkawinan  di sini berbeda dengan KUHPerdata yang hanya dipandang dari sudut hukum perdatanya yang terumus dalam Pasal 26 KUHPerdata, disebutkan bahwa:  ”Undang-undang memandang saat perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata".

Definisi perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan, didasarkan pada unsur agama/religius, hal itu sebagai yang diatur dalam Pasal l:  ”Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

Menurut definisi perkawinan dalam Pasal 1  Undang-Undang Perkawinan  di atas, maka perkawinan itu tidak hanya suatu ikatan antara pribadi dua orang yang berbeda jenis kelaminnya, tetapi  juga adalah suatu  ikatan keagamaan.  Arti keluarga di sini ialah suami-istri dan anak  sebagai keluarga inti  (nuclear family) dan arti rumah tangga ialah  untuk pembentukan suatu tempat kediaman bersama. Bagi wanita perkawinan itu merupakan jalinan untuk mendapatkan tempat kediaman yang aman di samping jaminan  keuangan/nafkah untuk  hidupnya demi untuk dapat bahagia dengan suaminya. Pasal 1 ini  juga  menghendaki  agar pembentukan keturunan  ialah lewat perkawinan  jadi melarang: kehamilan wanitasebelum perkawinan dan mencegah lahirnya anak-anak zina.

Berdasarkan uraian di atas  diketahui beberapa prinsip dari Undang-Undang Perkawinan ini, di antaranya adalah:
a.  Perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya
b.  Tiap-tiap perkawinan harus dicatatkan pada Pejabat pencatat perkawinan
c.  Pada asasnya dianut monogami, dan poligami hanya dengan izin Pengadilan.

Demikianlah beberapa definisi perkawinan menurut perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Terima kasih telah berkunjung.

0 Response to "Definisi Perkawinan"

Posting Komentar